Ketika T1 pertama kali mengumumkan kehadiran ana dan Topson ke dalam timnya, semua mata tertuju kepada tim Dota Asia Tenggara itu. Ekspektasi begitu tinggi sehingga banyak yang memprediksikan mereka akan lolos dari kualifikasi regional The International 11.
Dan di luar dugaan, T1 justru terjegal saat menghadapi tim Polaris di babak final lower bracket. Semua penonton terkejut. Mereka tidak bisa mendapatkan tiket menuju TI 11 dengan lineup sekuat itu.
Akhir musim yang mengecewakan tersebut pada akhirnya berujung dengan pembubaran tim Dota T1. Berita tersebut kontan mengejutkan skena kompetitif Dota internasional. Mereka yang didaulat sebagai penantang terkuat dari Asia Tenggara justru gagal menjadikan momen dari musim 2021 untuk meraih peningkatan yang signifikan.
Walau demikian, musim terakhir di T1 sepertinya menjadi pengalaman luar biasa bagi seorang Matthew “Whitemon” Filemon, yang sempat mengalami sendiri bagaimana rasanya bermain dengan duo megabintang, ana dan Topson.
Tim Ulti Asia berkesempatan ngobrol sejenak dengan pemain support andalan Indonesia tersebut, selepas momen kemenangan timnas Dota Indonesia atas timnas Dota Filipina di babak final IESF WESC 2022 yang digelar di hotel Merusaka, Nusa Dua, Bali.
“Senang banget bisa main bareng dua juara The International. Awalnya gue ngerasa gugup sekaligus penasaran, karena keduanya itu kan pemain top dunia. Tapi mereka jatuhnya juga sesama pemain dan rekan satu tim. Akhirnya mindset gue melihat mereka sebagai orang biasa” ujar Whitemon.
Whitemon juga mengaku tercengang dengan gaya permainan Topson yang dilihatnya secara langsung saat masih bermain bersama. Ia memuji kemampuan dan pemahaman gameplay Topson yang mendominasi mid lane, bahkan ketika memainkan hero yang tidak biasa.
“Gameplay dia (Topson) itu nggak seperti pemain yang biasa gue lihat di sini dan pergerakan dia luar biasa cepat!”
Whitemon lantas mengutarakan pendapatnya mengenai kekalahan T1 dalam menghadapi babak kualifikasi terakhir menuju TI 11 beberapa bulan lalu. Ia merasa porsi latihan T1 saat itu tidak memiliki obyektif yang jelas. Hal tersebut, ungkapnya, menjadi salah satu hal yang paling dikritik oleh Topson saat masih di T1.
Dan sesungguhnya, T1 memang bukan tim yang tertinggal, setidaknya dalam segi teknik permainan – terutama dengan hadirnya sosok ana, Topson, dan sang sosok legendaris SEA, Carlo “Kuku” Palad. Whitemon merasa bahwa kesalahan ada pada pilihan taktik mereka.
“Kayaknya kita terlalu overthinking dengan taktik, draft pick lawan di babak kualifikasi waktu itu,” ucap Whitemon saat mengingat kompetisi terakhirnya di musim lalu.
Banyak penonton mempertanyakan keputusan Kuku, yang ketika itu melakukan pemilihan yang dianggap off-meta. Salah satunya adalah pemilihan Venomancer, yang kemudian ramai diplesetkan menjadi Kukumancer – sekalipun faktanya Kuku dan Xepher memfavoritkan hero tersebut.
Walau demikian, Whitemon merasa Kuku tidak sepenuhnya bersalah atas apa yang terjadi saat itu. Menurutnya, posisi Kuku sebagai offlaner dan drafter di tim adalah tanggung jawab yang cukup berat.
“Gue rasa banyak yang dia pikirkan menjelang kualifikasi, dan akhirnya Kuku ngorbanin performanya untuk tim ini. Mungkin itu yang bikin permainannya menurun saat itu. Gue sendiri menganggap Kuku sebagai pemain jago di SEA sampai saat ini” ujar Whitemon.
Saat ini Whitemon sedang menghabiskan liburannya di Indonesia dan berencana untuk bergabung dengan teman-teman barunya di TSM pada awal Januari mendatang di Los Angeles, Amerika Serikat.